Kamis, 12 Oktober 2017

Wisata Makam Sunan Bonang

Haiii guys putri balik lagi nih.. Kali ini aku akan ngenalin salah satu tempat wisata di Tuban yaitu Makam Sunan Bonang. Aku akan kadih tau tentang asal usul Sunan Bonang, prasasti sunan Bonang, jalan yang dilewati ke makan Sunan Bonang. Okeee langsung saja yaa guyss....
   Makam Sunan Bonang terletak di jalan Panglima Sudirman no 62, Sukililo Kec Tuban, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Komplek makam Sunan Bonang ini merupakan salah satu destinasi unggulan untuk wisata religi di Jawa Timur. Semua fasilitas dan pelayanan tersedia. Mulai dari kios-kios suvenir, area pejalan kaki yang lebar dan teduh, area parkir yang memadai, tempat istirahat, tempat makan, tempat salat semuanya nyaman dan bersih, semua ditata dengan sangat baik. Area parkir juga sangat luas untuk bis dan elev. Makam Sunan Bonang masih ditutupi lagi dengan kelambu, sehingga terkesan sangat keramat, di kompleks tersebut juga ada sebuah masjid yang dikenal dengan nama Masjid Astana Sunan Bonang. Pada halaman pertama ini terdapat dua bangunan pendopo, dan terletak bersebelahan.Bangunan pendopo itu bentuknya limasan dan konstruksi bangunan kayu, namun tidak berdinding. Unsur bangunan yang perlu diperhatikan disini adalah umpak- umpaknya, yang berwarna putih dan terbuat dari tulang ikan pari. Kompleks makam Sunan Bonang dikelilingi tembok dan terbagi menjadi tiga halaman yang disusun berurut ke belakang dari arah selatan ke utara, masing-masing halaman dibatasi pagar tembok penghubung antara halaman satu dengan yang lain berupa gerbang  berbentuk paduraksa. Di kompleks makam Sunan Bonang banyak pula ditemukan nisan-nisan kuno dari batu andesit. Di kompleks tersebut, selain makam Sunan Bonang juga terdapat makam para Bupati dan kerabat Sunan Bonang.Makam Sunan Bonang terdiri dari Jirat dan Nisan. Bentuk Jirat makam Sunan Bonang seperti profil candi. Pada Nisan makam Sunan Bonang terdapat hiasan yang menyerupai hiasan surya Majapahit. Di dalam kompleks makam Sunan Bonang terdapat dua buah prasasti singkat yaitu, 

1. Pintu gerbang pertama.

Di bagian atas pintu gerbang pertama terpahat sebaris tulisan dengan huruf Jawa berbunyi rasa tunggal pandhita wahdat. Kalimat itu sesuai dengan nama Sunan Bonang yang juga disebut Sunan Wahdat di dalam Suluk Wujil. Kalimat rasa tunggal pandhita wahdat merupakan sebuah kronogram (candra sengkala) yang melambangkan nilai angka tertentu, yaitu: rasa (rasa) bernilai 6, tunggal (tunggal), pandhita (pendeta), dan wahdat (selibat). Angka itu apabila dibaca dari kanan ke kiri atau dibalik menjadi tahun 1716Jawa(1789 M).

2   Alas dinding makam.

Sebilah kayu jati yang digunakan alas dinding (gebyok) makam Sunan Bonang di sebelah kanan tangga atau pintu masuk dipahat dengan tulisan Jawa Baru yang sebagian sudah aus.Prasasti singkat itu berbunyi Janma wahyana kayuning SAWit jagat. Kalimat itu berarti ‘hakekat manusia merupakan batang kayu (pohon) dunia’. Kalimat Janma wahyana kayuning SAWit jagat merupakan candra sangkala atau angka tahun yang melambangkan nilai angka tertentu, yaitu: janma (manusia) bernilai 1, wyahana (hakekat, keadaan) 1, kayu (kayu, pohon) 6, dan SAWit jagat (pohon, awal dunia) 1. Jadi berarti tahun 1611 Jawa (1687 M). 178 – 183.

    Nama asli sunan bonang adalah raden makhdum ibrahim. ia merupakan putra sunan ampel dan dewi candrawati yang sering disebut nyai ageng manila. Sejak kecil, ia sudah diberi pelajaran agama islam secara tekun dan disiplin oleh ayahnya yang juga seorang anggota wali sanga. Dan, ini sudah bukan lagi rahasia lagi bahwa latihan para wali lebih berat dari pada orang biaya pada umumnya. Ia adalah calon wali terkemuka, maka Sunan Ampel mempersiapkan pendidikan sebaik mungkin sejak dini.Ketika R. Ibrahim berumur 7 tahun, beliau pergi mengaji ke Mesir selama 6 bulan. 

     Setelah sampai di tanah Jawa, R. Ibrahim langsung masuk ke kebun ayahnya tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Beberapa hari kemudian Sunan Ampel baru mengetahui bahwa di dalam kebunnya ada seorang pemuda, anehnya saat itu Sunan Ampel tidak mengenal siapa dia sebenarnya dan dari mana asal usulnya. Ketika ditanya R. Ibrahim sendiri juga tidak menjelaskan siapa dirinya sebenarnya.
Oleh Sunan Ampel, R. Ibrahim dipercaya untuk mengajar dan menjadi kepala pondok milik Sunan Ampel. Perintah tersebut dilaksanakan dengan baik selama 40 hari, akhirnya barulah diketahui siapa sebenarnya pemuda tersebut.
   R. Ibrahim mendapat perintah dari ayahnya untuk pergi mengembara dengan suatu wasiat agar R. Ibrahim naik ke Gunung Dumas, dan tidak boleh berhenti sebelum sampai di suatu hutan yang namanya Alas Kemuning. Bertahun-tahun R. Ibrahim mengembara tanpa makan dan tidur hingga akhirnya ditemui oleh Nabiyullah yang bernama Chidir, dan diperintah agar R. Ibrahim turun pada sebuah batu kemuning.
   Empat hari kemudian Nabi Chidir menemui kembali dengan menunjukkan bahwa hutan inilah yang dimaksud dengan hutan atau alas Kemuning, serta memerintahkan agar R. Ibrahim bermukim di tempat itu. Setelah R. Ibrahim menetap di alas Kemuning, beliau mendapat perintah untuk berkhalwat (bertapa) pada sebuah batu, dan batu itulah yang kita kenal dengan Pasujudan (tempat sujudnya R. Ibrahim kepada Allah SWT).
Ketika R. Ibrahim berumur 30 tahun beliau menerima pangkat kewalian dari guru Mursyid, dan dikenal dengan nama Kanjeng Sunan Bonang. Tahun 1525 M, Raden Maulana Makdum Ibrahim Sunan Bonang wafat dalam usia kurang lebih 60 tahun, dimakamkan di rumah kediaman beliau (Ndalem) di desa Bonang Lasem. Setengah riwayat menyebutkan bahwa makam beliau terletak di Tuban, ada pula yang mengatakan di Madura. Semua itu menunjukkan karomahnya Sunan Bonang yang mungkin terjadi bagi seseorang yang menjadi kekasih Allah (Waliyyullah). Hal ini mempunyai hikmah bagi para pengikutnya.
Tentang bangunan ndalem/pesarean Kanjeng Sunan Bonang ada yang berpendapat:
a. Dibangun oleh Saudagar dari Juwana.
b. Bekas rumah kadipaten Bonang Binangun Ny. Ageng Malaka (kakak Sunan Bonang).
    Sunan Bonang adalah sosok yang patut diteladani atas upayanya membangun harmoni antar-umat beragama.
Hal ini antara lain tampak dari adanya sejumlah tempat ibadah di sekitar alun-alun Tuban yang hingga saat ini masih berdiri tegak dan digunakan untuk beribadah. Bangunan masjid, kelenteng, pura dan gereja yang membentuk seperti kompleks tersebut telah dibangun sejak zaman Sunan Bonang Prasasti Kalpataru, Buah Pemikiran Sunan Bonang
Bukti toleransi dan keberagaman  keberadaan tersebut tampak dalam Prasasti Kalpataru yang merupakan rangkuman dari buah pemikiran Sunan Bonang.
Pada prasasti setinggi 180 cm tersebut terukir empat tempat ibadah untuk agama berbeda-beda yakni masjid mewakili agama Islam, candi mewakili agama Hindu, Kelenteng mewakili Tridharma (Buddha, Tao dan Konghucu) serta wihara mewakili agama Buddha. Satu lagi, terdapat arca megalitik atau kebudayaan mewakili pemujaan leluhur.
   Melalui prasasti tersebut kita bisa memaknai sebagai adanya ajaran dan kepercayaan yang berbeda-beda tidak membuat mereka terpecah-belah. Melalui sikap toleransi dalam masyarakat berbeda-beda agama itulah kenapa Islam dapat menyebar secara luas. Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr. Sunan Bonang juga menggubah tembang Tombo Ati (dari bahasa Jawa, berarti penyembuh jiwa) yang hingga kini sering dinyanyikan dan tak asing bagi umat Islam.
Tembang Tombo Ati bermakna penyembuh jiwa, menceritakan ada lima hal yang bisa dilakukan jika hati ingin tenang. Yaitu membaca Al Qur'an dan maknanya, menjalankan salat malam, berkawan dengan orang saleh, perut yang lapar (puasa) dan zikir malam.
Sunan Bonang Kreator Gamelan Jawa
Sunan Bonang juga menggubah  sekaligus  menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya memiliki nuansa zikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut).
   Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam.  Sunan Bonang menguasai ilmu fiqih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, dan juga arsitektur. dikisahkan bahwa sunan bonang pernah mernaklukkan seorang pemimpin perampok dan anak buahnya. ia hanya mempergunakan tembang dan gending, ya geding sunan bonang bisa menaklukkan perampok. Kebondanu dan anak buahnya tidak mampu bergerak, begitu gending ditabuh. Seluruh persendian mereka seperti dilucuti dari tempatnya, sehingga mereka gagal melaksanakan niat jahatnya.
   Rute jalan yang dilewati ke Makam Sunan Bonang yaitu:
Dari jalan Kragan-Rembang-Surabaya, Jenu, kabupeten Tuban, Jawa Timur ke arah barat daya menuju jalan Kragan-Rembang-Surabaya/Jl pantura belok kiri ke Jl Kragan-Rembang-Surabaya/Jl raya-Tuban-Semarang dan lanjutkan untuk mengikuti Jl Pantura. Kemudian belok kiri ke Sukolilo gang 04 dan tujuan anda sudah sampai.
   Aku ke Makam Sunan Bonang bersama orangtuaku kami berangkat dengan naik bis bersama dengan rombongan. Kami berangkat pukul 16.00. Pada saat itu tujuan kami bukan hanya di Makam Sunan Bonang saja. Kami sampai di makam pukul 11.00 siang hari minggu. Setelah kami memakirkan bis kami berjalan kaki mencari becak. Tarif untuk naik becak yaitu untuk berangkat Rp 10.000 dan untuk kembali Rp 15.000 dengan 1 becak diisi dengan 2 orang. Bila tidak ingin naik becak bisa berjalan kaki dengan jarak yang lumayan jauh. Setelah naik becak kami memasuki area makam, di depan gapura depan makam banyak sekali penjual yang menjajakan aneka oleh oleh seperti dodol, gantungan kunci, tasbih, kopyah, mukena, dll. Kami memasuki makam tanpa dipungut biaya. Sebelum ke makam kami berwudhu terlebih dahulu kemudian menuju makam. Setelah selesai berdo'a dan tahlil kami keluar dari area makam. Dan tidak lupa kami membeli oleh oleh dan berfoto.
   
      Sampai disini dulu yaa guys ulasan ku tentang makam sunan bonang.. Tungguin blog ku selanjutnya yaa...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar